07 November 2012

(Sajak) Sekeping Luka

Dan aku, kembali mencoba untuk menuliskan sebuah coretan akibat insomnia malam ini. 

Sekeping hati pernah mendatangi hati milik seseorang yang penuh luka disana-sini. Menemaninya. Yang bahkan orang itu tak pernah tahu, bahwa sekeping hati bermaksud menaruh rasa padanya. Waktulah yang menjawab semua, kemudian membuat asa dengan jelas, bahwa sekeping hati  takkan utuh jika tak digabung  dengan hati miliknya, takkan berbentuk hati pada umumnya.  




Benarlah adanya, waktu juga telah memaksa sebongkah hati yang penuh sayatan milik seseorang itu untuk kembali menerima kepedulian, ketulusan pemberian, dan pengobatan luka yang selama ini ia damba. Malam ini, setahun yang lalu, semua itu telah berakhir. Pada detik-detik penerimaan untuk menjadi ‘utuh’, sekeping hati kemudian berlari. Meninggalkan sebongkah hati yang penuh sayatan. 

“Aku tak bisa memaksa-Nya untuk tak hadir dalam hidupku” Begitu katanya. 

Aih, sebongkah hati yang penuh sayatan pun terdiam ketika mendengar jawabannya.  Tak membutuhkah waktu lama, sayatan itu kembali bertambah.  Merasa terhempas jauh. Fitrah. Sampai, sungguh, sebongkah hati penuh luka itu, terseret-seret menemui-Nya. Menangis, bertanya, mengadu. 

Dia-lah yang menambal dan menjahitkan kerusakan disemua lubang yang ada. Hingga akhirnya,  sebongkah hati yang penuh tambalan itu memahami maksud dari-Nya tentang keikhlasan dan pemberiaan maaf tanpa jeda kepada siapa saja yang telah menyakitinya bahkan  jika ada yang sampai membuatnya terluka. Ah, Indah nian perhatian dari-Nya. 

Lalu malam ini, detik ini. Sebongkah hati yang penuh sayatan itu akan segera ‘sempurna’ bagian tubuhnya. Karena Dia mengutus sekeping hati lain, yang Ia pastikan, bahwa mereka menyatu dibawah naungan kasih sayang-Nya.  

Lalu si kepingan hati yang setahun lalu pernah hadir, tak lagi ‘berbentuk’ hati. Hanya seonggok kenangan yang kadang terlintas. Sudah tak bernyawa. Hanya sesekali saja  dapat ditemui ‘batu nisan’ kenangan itu untuk mengingatkan kembali betapa besar cinta-Nya. 

“Aku memang pernah mengenalmu dengn baik, dulu. Sekarang, kau tak lebih hanya sepotong kenangan dalam puzzle kehidupan”. 

Ampun deh, aseli. Ini tulisan berasa mellow abiiiisss.. -_____-“

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan komentar dengan bahasa santun :)