SBT
adalah kepanjangan dari Story Blog Tour, yang merupakan salah satu program
komunitas menulis One Week One Paper. Dengan adanya SBT ini, anggota belajar
untuk menyelesaikan satu cerita bersama-sama. Tema SBT kali ini adalah
FRIENDSHIP!
Settingnya
anak SMA. Yaaa you know lah gimana serunya masa-masa itu… hohoho. Oh iya,
cerita di bawah ini fiksi, yaaa! Kalau ada kesamaan nama tokoh, nama sekolah
dkk, itu semua gak di sengaja kok, hehe.
Semoga
cerita SBT kali ini tetap bisa dinikmati seperti SBT-SBT sebelumnya. Semalat
membacaaaa :) Komen yah. Kritik dan sarannya ditungguuu <3 <3 <3
Btw,
ini cerita sebelumnya. Kalau kamu mau nyambung baca ceritanya, nikmati sesuai
urutan:
- Nana: Misteri Dana Operasional
- Depi: Pertemuan
- Naimas: Perbincangan Di Kafe
Chapter 4: Misi Wanda
‘Hadyan, apa gue bener harus
ngelakuin hal ini?’
‘Lo gak masalah? Gak ada semacam
cemburu gitu?’
Wanda
mendengus kesal. Pagi-pagi dia sudah diharuskan tiba di sekolah dalam rangka
menjalankan rencana yang telah mereka susun. Bibir Wanda mengerucut maju
beberapa senti. Terdengar bunyi perutnya yang seolah memainkan orkestra keroncong.
Dia harus rela tidak mengindahkan nasi goreng bakso spesial buatan maminya
untuk sarapan. Duh, mana Bu Iyem belum
datang pula. Hadyan juga ke mana sih? Chat WA gue kok dibales-bales padahal
udah dia baca… batin Wanda.
“Neng
Wanda,” Sapa Pak Parto, penjaga sekolah. “Kok tumben pagi bener? Biasanya datang
lima menit sebelum bel bunyi.”
Wanda
memamerkan deretan giginya yang putih. “Eh iya, Pak. Ada janji sama temen…”
Suara
motor terdengar jelas. Ah! Sesungging senyum tipis menghias bibir Wanda. Anton
memang terkenal siswa paling rajin yang masuk sekolah sejak masa MOS. Bahkan
pernah meraih penghargaan dari pihak sekolah atas kerajinannya itu. Saat
ditanya Pak Wagi alasan Anton bisa sangat pagi masuk sekolah sangat simpel: agar
bisa melihat pekerjaan rumah yang belum selesai.
Sambil
berlari kecil, ingatan Wanda melayang pada percapakan mereka di kafe kemarin.
“Yang bener aja? Masa gue kudu
deketin Anton gitu?” Protes Wanda.
“Nda, seantero sekolah juga tahu
kalo Anton itu suka sama lo sejak kita kelas X.” Ucap Darma.
Wanda melirik Hadyan yang hanya
diam membisu.
“Okelah.” Wanda akhirnya pasrah
dan mengiyakan.
Tiba
di parkiran motor, Wanda pura-pura membuka jok motor matic-nya sambil sesekali melirik Anto.
“Duh,”
Gerutu Wanda. “Gimana nih, buku fisika gue ketinggalan. Mampus deh…”
Anton
yang sejak melihat Wanda berlari dari arah kantin, tak kuasa untuk menyembunyikan
lebih lama aktivitas mencuri lihat wajah gadis pujaannya. Kemudian, bak mendapat
angin pagi segar yang berembus, Anton tak menyiakan kesempatan emas yang langka
itu.
Anton
mengatur napas sebelum menyapa.
“Ha-i, Wan-da.” Sapa Anton terbata.
“Ha-i, Wan-da.” Sapa Anton terbata.
“Eh
, Anton … duh, lo macem malaikat yang Tuhan kirim buat nolongin gue. Lo ada
matpel fisika gak hari ini?” tanya Wanda sambil menampilkan mimik wajah cemas. Tentu
saja Wanda sudah mengecek jadwal kelas XII IPA 2 –kelasnya Anton—sebelum menjalankan
misi pentingnya.
“Ada.
Kenapa? Buku lo ketinggalan?”
Wanda
mengangguk sambil berpura-pura menekuk wajahnya.
“Bentar,”
Anton membuka tasnya lalu mengambil sesuatu. “Gue pelajaran terakhir kok. Lo
pake duluan aja.”
“Seriusan?” Wajah Wanda berbinar karena rencananya sejauh
ini berjalan lancar. “Makasih banyaaaaak. Pulang sekolah lo mau gak gue traktir
di kafe seberang?”
Mendengar
tawaran dari gadis idamannya, mata Anton membulat lebar. Kedua pipi Anton bersemu
merah. Senyum malu-malu terbit pada bibirnya. “Iya … boleh.”
“Oke
deh. Gue ke kelas duluan, ya…” Ucap Wanda sambil mengacak rambut Anton dan tak
lupa mengambil buku fisika dari tangannya.
Deg!
Dada Anton berdesir hebat.
***
“Wanda,
gimana?” Tanya Darma di depan aula.
Yang
ditanya hanya mengacungkan jempol sambil melirik Hadyan yang bergeming.
“Oh
iya,” Hadyan membuka suara. “Bayu dan Fiki izin gak bisa ke sini. Ada PR yang
belom dikerjain kata mereka …”
“Gak
apa. Kita lanjutin sesuai rencana kita, ya.” Ucap Darma sebelum mereka
membubarkan diri. Darma pun berpesan, agar kedekatan mereka tidak boleh
terlihat siapapun agar tak ada yang curiga.
***
Wanda
melambaikan tangan kanannya. Seseorang yang ditunggunya tengah membuka pintu
kafe.
“Sorry
lama,”
“Gak
kok. Gue juga baru datang.” Wanda memersilakan Anton duduk di depannya. “Lo mau
pesen apa?”
“Emm,
sama kayak lo deh.”
Wanda
lalu mengacungkan tangan. Seorang pelayan mencatat pesanan mereka. Selang
beberapa menit, dua es krim vanilla choco banana terhidang di atas mereka.
“Emmm,
Anton … lo pengurus osis kan, ya?”
“Iya,”
“Lagi
ada kabar apa di osis nih?”
Anton
memicingkan matanya heran.
Melihat
reaksi Anton yang sedikit curiga atas pertanyaannya, Wanda buru-buru meralat. “Maksud
gue, osis kapan bikin acara pensi?”
“Oh
itu,” Anton kembali menyuapkan es krim ke dalam mulutnya. “Proposal sih lagi
digarap. Rencana pas ultah sekolah.”
“Penampilan
dari masing-masing ekskul di sekolah ada 'kan?”
“Oh
jelas dong.”
Setelah
berbasa-basi agak lama, Wanda mulai masuk pada pembicaraan inti.
“Emm…
gue lagi agak pusing nih ngatur pengurus cheers. Pusing juga ya jadi seorang
pemimpin.” Keluh Wanda. “Eh menurut lo, Dimas gimana soal kepemimpinannya?”
“Lumayan
sih … cuma belakangan gue lagi agak kesel sama dia.”
Wanda
tersenyum. Anton telah memasuki perangkapnnya. “Oh iya? Kenapa?”
“Secara
struktur ‘kan, gue membawahi bidang ekskul basket … kata Dimas, kalo Hadyan
minta gue supaya gue mau bantu Hadyan biar dapet dana dari sekolah untuk
turnamen gitu. Gue gak boleh bantu.”
Sepasang
mata Wanda menyipit. “Alasannya?”
“Gak
tahulah. Makanya gue kesel, apalagi sampe Pak Wagi dan kepala sekolah kemarin…”
Merasa keceplosan, Anton membekap mulutnya. “Maksud gue, si Dimas itu tukang main
perintah aja tanpa kasih tau ada apa. Tapi berhubung gue juga gak terlalu suka
sama Hadyan karena beberapa hal, jadi ya gue turutin aja.”
“Gak
suka karena? Masalah pribadi?” Selidik Wanda.
Anton
tersedak. “Uhuk… yaa… begitulah.”
Sambil
menghabiskan sisa es krim, Wanda mengirim hasil rekaman perbincangan dirinya dengan Anton kepada Darma
lewat aplikasi chat WA.
***
Di
rumah Hadyan…
Kesal
mendengar hasil rekaman yang Wanda kirim, Hadyan meraih mainan bola basketnya
lalu melempar ke ring yang terpasang di dinding kamarnya. Tuk! Masuk dengan
sempurna.
“Sial
si Anton!” Ucap Hadyan berang.
“Tenang
dulu, Sob,” Fiki mencoba menenangkan.
“Berarti
memang ada sesuatu yang patut kita gali lebh dalam. Sasaran selanjutnya Dimas.
Tapi agak kesulitan buat deketin dia.” Darma coba menganalisa.
“Gue
ada ide!” Ucap Bayu tiba-tiba sambil menjentikkan jarinya ke dagu. “Gue pernah
denger Dimas pernah ditegur sama wali kelasnya gegara nilai-nilainya pada
turun. Gue rasa, gue bisa deketin dia dengan menawarkan bantuan.”
BERSAMBUNG!
Bantuan apa kira-kira? Apakah Dimas masuk ke perangkap Bayu dan yang lainnya?
Silakan
menanti, ya! Setelah ini ke Achev
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan komentar dengan bahasa santun :)