Saat menjadi istri dan
ibu, saya kadang merenung sendiri … ternyata banyak hal wow yang bisa saya
lakukan. Bukan mau pamer atau sombong sih. Sekadar share aja, hehe. Saat masih
gadis, saya gak bisa bikin kue/roti (tapi kalau masak standar masih bisalah, ya…),
saya gak bisa pasang gas, gak bisa angkat galon ke dispenser hahaha, saya gak
terlalu suka sama yang namanya kerajinan tangan, saya gak terlalu peduli sama
kebersihan serta keindahan wkwk, mmm… apa lagi ya. Ya intinya, ketika saya
berstatus sebagai istri dan ibu, apa-apa yang tadinya saya gak bisa, berubah
jadi yang saya bisa lakukan.
Bikin kue-roti atau
kerajinan tangan, nanti ajalah. ya. Ada postingan sendiri insya Allah. Soal
pasang gas? Oh jelas harus bisa saya mah. Gimana coba kalau pak suami lagi dinas
keluar kota? Iya kalau sehari. Kalau tiga hari? Kasihan Mursyid harus makan
makanan warung terus. Maka, jadilah saya belajar pasang gas sendiri, hehe. Dan
ternyata gak sesusah yang dibayangkan! Cukup butuh keberanian dan teliti sih.
Kalau pasang dispenser,
saya belajar dari khadimat saya yang tubuhnya sedikit lebih ramping dari saya
wkwk. Sedikit lho, ya, gak banyak :p. Masa Ibu (saya panggil ibu untuk
membiasakan Mursyid juga) bisa, saya gak bisa? Berat sih, tapi bisa kok.
Disitulah saya makin sadar, kalau ibu-ibu itu emang setrong.
Lalu walau saya kadang
cuek dengan mainan Mursyid yang bergeletakan di mana-mana, tapi kalau pagi,
saya usahan rumah rapi. Yaaa, walau hanya bertahan satu sampai tiga jam. Tapi
lumayan lah. Sekalian melatih Murysid juga untuk bisa membereskan mainan
sendiri. Dan walau anak laki, saya juga mengajarkan Mursyid menjaga kebersihan
dengan nyapu atau ngepel, hehe. Karena kebersihan itu tanggung jawab bersama,
buka hanya ibu/ayah/anak.
Tentang interaksi sosial
juga. Dulu meski zaman kuliah saya tinggal ngontrak bareng temen-temen, tapi
saya cukup cuek dengan lingkungan sekitar. Gak tahu siapa RT dan RW haha.
Sekarang mah, ikut arisan ibu-ibu dan posyanduan, hehe.
Hah. Menikah itu membuat
saya belajar banyak hal. Dulu sebelum menikah, misal mau komentarin orang, saya
langsung aja njeplak. Tapi sekarang, saya belajar bahwa mendengarkan dan
melihat sebelum bertindak itu adalah sesuatu yang bijak. Paling kalau lagi
sebel, curhatnya sama suami. Contohnya, ada bayi A yang dikasih sufor. Mungkin
kalau saya gak memikirkan perasaan si ibu atau saya langsung ngejudge sebelum paham alasan pemberian
sufor, hubungan saya dengan si ibu bisa renggang. Dan rasanya pasti gak enak.
Walau jiwa saya berontak ketika lihat anak bayi dikasih sufor, tapi saya coba selow
aja PDKT sama si ibu. Dengarkan cerita dia, dan bingo! Dia minta saran.
Disitulah saya kasih masukan sedikit-dikit.
Kalau memanage
kepanikan, ini yang nilainya masih minus haha. Anak demam, saya langsung nangis
dan lebay berpikiran macem-macem. Alhamdulillah suami saya kayak air dingin
yang kalau saya lagi kelabakan, saya diguyur pakai air cinta #eaaaa (kalau
suami baca ini, paling dia bilang, “Gombal.”) haha.
Jadi gimana buibu?
Bener ‘kan tulisan saya, kalau sudah menikah, banyak hal yang bisa kita
pelajari dan lakukan. Tinggal kita mau atau enggak. Dan tetap, dukungan suami
juga sangat dibutuhkan :).
Ya, menikah itu adalah hal yang wow. Suami adalah pendukung terebaik bagi para istri. Beruntunglah jika istri punya suami demikian.
BalasHapusSampai sekarang saya tak bisa pasang tabung gas, tak boleh, sih, demi keamanan. :) Yah, soalnya harus dengarin gimana regulatornya gak bunyi aneh, gitu.
Soal sufor, saya ASI dan sufor karena faktor kesehatan dan ASI kurang subur. Tapi Palung berhenti nenen saat usianya 2 tahun lebih. :)