24 Februari 2012

(curhat) Jarak Tipis antara Mengandung dan Kehilangan

Dan lagi-lagi saya merasa bahwa Alloh sangat sayang pada saya. Dia mengajak ‘berbincang’ hari ini lewat aktivitas yang saya jalani tentang, begitu besarnya perjuangan ibu saat mengandung.


Pagi ini saya menemani seorang Mbak untuk Check-up ke klinik kandungan. Saat menunggu Mbak, disamping saya duduklah seorang ibu yang tengah kelelahan. Saya menebak bahwa dia habis melahirkan. Saya beranikan diri bertanya, “ Baru melahirkan ya, Bu?”.

Si Ibu menjawab, “Iya, Mbak. Mbak-nya kontrol ya?. Udah berapa bulan?”.

Saya sih, senyum aja, “Bukan saya, Bu..tapi Mbak saya. Anaknya laki atau perempuan, Bu?”.

“Kembar, Mbak. Dua-duanya laki-laki..”. Baru saja saya ingin mengucapkan selamat, si Ibu melanjutkan, “Dua-duanya sudah gak ada, Mbak..”.

“Innalillahi..”.

“Yang pertama lahir normal. Yang kedua sesar.. Saya keguguran di bulan yang ke-6. Kata dokter, jalan untuk nafasnya belum ada” Cerita si Ibu dengan mata sendu.

“Yang sabar ya, Bu.. Ini anak pertama atau?” Tanyaku.
“Kalau jadi, ini anak kedua. Yang pertama sudah SD di Solo”.
“Oh..”.

“Tapi..Saya yakin Mbak, ini yang terbaik dari Alloh”.

SubhanAlloh..saya merenunginya dalam-dalam. Kehilangan sesuatu itu amat sangat menyakitkan. Bagaimana jika kehilangan darah daging kita.. Pelajaran berharga untuk saya, sebagai calon ibu.

Siangnya, Mbak saya masuk Rumah sakit, statusnya sebagai pasien rawat inap. Diagnosa dokternya, bahwa masih ada sisa janin di rahimnya bekas keguguran seminggu yang lalu, jadi harus segera dihilangkan. Pilihannya dua, di kuret atau memakai obat peluruh. Mbak saya memilih untuk menggunakan obat.

Obatnya diminum jam 8 malam. Efeknya setelah minum pada 60 menit pertama, nyerinya masih bisa ditahan. Tapi selanjutnya, saya sendiri sampai ngilu mendengar isakan tangis dan keluhan sakit dari Mbak saya.

“Yaa Rabb, beri Mbak saya kekuatan.. Sembuhkan ia..”.

Saya pernah mendapat mata kuliah konseling. Dimana sebagai seorang tenaga kesehatan, paling tidak, kita belajar memahami bagaimana perasaan pasien. Dan yah, saya cukup bisa merasakan‘sakit’-nya. Nyeri yang amat sangat, kehilangan si jabang bayi, semua campur aduk.

Lagi-lagi Alloh memberi saya pelajaran berharga sebelum saya menjadi seorang Ibu. Benarlah sabda Rosululloh saw, Dari Abu Hurairah berkata, “Datang seorang lelaki kepada Rosulullah seraya berkata, ‘Wahai Rosulullah, siapakah orang yang paling berhak untuk aku berbuat baik kepadanya?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Dia bertanya lagi, ‘Lalu siapa lagi?’ Nabi menjawab, ‘Ibumu.’ Dia bertanya lagi, ‘Siapa lagi?’ Nabi menjawab, ‘Ibumu.’ Dia bertanya lagi, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Kemudian ayahmu.’” (HR. Bukhari: 5971 dan Muslim: 2548).
-Semoga Bermanfaat-

3 komentar:

Silakan komentar dengan bahasa santun :)