26 Agustus 2011

Fiction 2 (lanjutan fiction 1)

Tiga tahun berlalu.

“kamu yakin, nduk?sudah istikahrah?” Tanya bulik selepas dhuha kala itu.

“Insya Alloh, bulik..”

“ya sudah..mudah-mudahan ini yang terbaik ya, Aisy..Bulik selalu mendo’akanmu..” bulik menyeka airmataku.

Kadang aku berfikir, apakah keputusan menolak dokter  Arif adalah pilihan yang tepat?.  Aku hanya berusaha jujur dalam do’aku ketika mengahdap-Nya. Tak ada rasa sedkit pun yang ku tutupi. Pun begitu dengan rentetan kalimat pintaku pada-Nya.Pasrah. Bukan. Bukan karena aku tak menyukai dokter muda itu sedikit pun. Tapi yang bermasalah adalah hati ku yang pecah bak serpihan kaca. Pasca berita pernikahan seseorang yang telah menyuguhkan pertama kali tentang cinta di hidupuku.

sungguh tak mampu jika harus terus berada di kota sejuta kenangan ku bersamanya. Aku tak sanggup membayangkan jika saat itu aku bertemu dengan dia, Aku takkan mampu melihatnya menggandeng wanita lain. Walau mungkin saja, aku pun telah bersama yang lain.

Hati ku berontak saat niatan tak lurus membisiki ku, ‘ lupakan dia dengan lelaki lain’. Aku tak mau menodai ikatan suci pernikahan dengan niat curang seperti itu. aku memang tak tahu seperti apa masa lalu dokter Arif. Hanya saja, rasanya tak adil jika ijab sudah diikrar, masih ada sekelebat bayangan hadir walau hanya sekedar lewat. Sebab itu lah, Negeri Sakura menjadi pilihan. Beasiswa S-2 ku dapat, dari kebaikan hati pembimbing skripsi.

Kini aku menjejakkan kaki ku di tanah yang telah ku tinggal untuk ber-uzlah, Purwokerto. Kota satria yang khas dengan mendoan. Dan sekarang, Aku mengabdi sebagai dosen di universitas yang dulunya telah memberi ku gelar Sarjana Farmasi, Jenderal Soedriman.

Jika saja aku tak menemukan surat usang berupa pengakuan semua masalah dari lelaki galaxy itu, Andromeda, sebutan untuk cinta pertama ku yang telah menorehkan tinta merah di hati. Mungkin aku tak kan teringat semua kenangan yang sudah ku kunci rapat-rapat di jauh sudut hati ku.

Sampai berfikir, apakah asam arakhidonat yang menyebabkan timbulnya rasa nyeri akibat injury, juga ada di hati ku?. Karena rasanya sangat sakit!. Aku istighfar berkali-kali mengingat itu semua. Dan perbincangan serius tadi malam dengan ibu ku turut hadir di memori ku.

“Nduk ayu, kapan ibu gendong momongan toh?”

Aku yang sedang asik membaca buku jadi tak bersemangat lagi untuk membalik halaman.

“Iya nduk..bapak juga sudah pengin nimang cucu. Kamu ndak iri lihat sepupu-sepupu mu, nduk?”.


“aisy..belum siap, pak, bu..”jawabku terbata.

“belum siap kepripun, toh?. Cantik, pintar, apoteker, dosen, usia juga sudah cukup, ayo nduk, jangan kelamaan. Apa ga takut jadi perawan tua?”.

Deg!. Rabbi…bantu hamba..
--
Ku lipat surat usang itu di depan layar monitor komputer Unit Pelaksana Teknis Perpustakaan UNSOED. Ku cari dengan menu ‘skripsi’, pilih ‘nama penulis’. Ku ketik namanya :

FAUZI RAHMAN

‘oh..kodenya C09275’.

Tangan ku gemetar saat menemukan karya tulis tingkat akhir berwarna abu-abu itu. mataku terhenti pada halaman ucapan terima kasih si penulis.

“…..11. Aisyah Rahmani untuk semangat dan doanya yang senantiasa menemani ku..”

Ah..aku diurutan 11rupanya. Ku balik halaman berikutnya, Jalan Kehidupan!. Nasyid favoritku. Air mata ku berdesakan ingin keluar. Semua kenangan itu kembali hadir tanpa ku minta. Tanpa ku kembalikan skripsi itu ke tempat semula, aku berlari ke luar gedung. Menahan tangis yang hampir meledak.

Salah ku yang menuruti nafsu untuk melihat semua itu. salah ku yang nekat walau tau akhirnya akan seperti ini. aku tak kuat..sungguh. buliran air mata ku mengalir juga saat aku mencoba men-starter motor.

Bersambung ^___^v

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan komentar dengan bahasa santun :)