“Ran, pernah dengar mitos tentang kotak surat di atas bukit
belakang sekolah?” tanya Ken ditemani matahari yang sedang bersiap kembali ke
peraduan.
Ran sedang asyik menekuni novel. Ia menautkan alis tanpa
berpaling dari novel yang berwarna dasar biru. “Mitos apa?”
“Iya. Katanya, kalau kita menulis surat disamping kotak surat
itu … tanpa sadar, jari-jari kita akan merangkai kata cinta untuk orang yang
kita suka, ” jelas Ken sambil menatap camar yang mengangkasa. Ada semburat
merah di pipi yang mati-matian ia sembunyikan.
“Kau pernah?”
“Umm, kau coba saja sendiri. Sudah ya. Aku pergi dulu. Kau
jaga diri baik-baik.” Ken berlalu dengan debaran di dadanya. Ada kalimat yang
tertahan di kerongkongan. Sebuah perpisahan. Esok Ran takkan lagi bisa
menemukannya di sekolah atau di halaman rumahnya. Ken akan terbang dengan
burung besi ke Belanda. Mengikuti ayahnya yang pindah tugas ke sana.
Ran menatap sendu punggung Ken. Sepasang matanya berucap
dalam diam. Mulutnya terkatup rapat. Satu yang bersuara : hatinya. Ran sudah
mendengar dari teman lainnya bahwa Ken akan pindah sekolah, rumah juga negara.
Namun selamat jalan, terlalu sembilu untuk dikatakan.
Mungkin benar. Mereka takkan tahu tentang cinta sampai hadir
rindu yang menyiksa.
***
Ran berangkat ke sekolah lebih awal dari biasanya. Ia tengah
menguatkan hati untuk melihat bangku kosong di depan tempat duduknya. Ken,
sahabatnya sejak kecil yang mengisi separuh hidup Ran telah pergi.
Ran sadar, terkadang getaran halus menjalar dengan cepat.
Berkelindan di hatinya. Hanya selalu ia tepis. Ia tak ingin status persahabatan
mereka suatu saat pupus. Lalu berubah menjadi cinta yang tak pasti. Dan
akhirnya mati.
***
Bel sekolah berdentang-dentang. Menandakan jam untuk pulang.
Ran tak gegas kembali ke rumah. Ia memutuskan untuk naik ke atas bukit yang
terletak di belakang sekolahnya.
Ran mengambil beberapa daun yang jatuh di jalan setapak
menuju bukit. Daun-daun itu meranggas. Musim gugur telah tiba. Sama dengan
semangatnya yang tengah meluruh.
Napas panjang Ran hela. Berat. Lagi-lagi ia terjebak dalam
labirin memori. Sel-sel neuron di otaknya mampu menjala dengan terampil
ingatannya bersama Ken. Mungkin benar kata sahabat kecilnya itu dulu. Kenangan
merupakan judul buku terindah namun membuat sesak.
Ada ego yang sedari tadi Ran tekan : ia tak harus merasa
kehilangan. Namun semakin ia tak acuh, ada ceruk hampa yang kian melebar.
Langkahnya terhenti. Tepat di depan kotak surat yang Ken
kisahkan sebelum pergi. Mitos kotak surat cinta. Ran mengambil posisi duduk di
samping kotak surat itu. Ia keluarkan alat tulis. Kemudian jemarinya seolah
bergerak sendiri. Ran menulis. Sebuah pengakuan. Tentang rindu yang bersemayam
untuk seorang lelaki. Ken.
Sesuatu merangsek masuk ke dalam hati Ran : sepi. Yang
merobek benteng pertahanan air matanya. Tegar yang ia ikat, melindap pergi
berjingkat-jingkat.
Mitos yang Ken sampaikan memang tak benar. Namun laki-laki
itu juga tak berdusta. Sebab Ran mampu menulis dua lembar surat untuk sahabat
yang telah berubah menjadi sosok lelaki yang ia suka.
Ran membuka kotak surat cintanya. Surat-surat di dalamnya
terjatuh karena isi kotaknya telah sangat penuh. Kening Ran berkerut.
“Dari K? Siapa K?” gumam Ran sambil meneliti salah satu
amplop surat. Ia ingin sekali membaca semua surat itu. Namun teja jingga di
kaki langit sebelah barat menjadi tanda bahwa ia harus segera pulang.
Ran mengembalikan surat-surat yang terjatuh ke dalam kotak.
Lalu ia masukkan surat miliknya.
‘Dari RA’.
Begitu yang ia tulis di amplop surat miliknya.
Ran menatap lama kotak surat cinta tadi sebelum ia menuruni
bukit. Ini ialah kali terakhir ia melihat kotak itu. Sebab esok, ia pun akan
pergi meninggalkan sekolah, rumah dan negaranya. Ran dan keluarganya akan
pindah ke Turki.
Rahasia sepasang anak manusia tertahan. Bukan maksud-Nya
mempermainkan. Tuhan tahu kapan waktu yang tepat untuk menghadirkan
pendar-pendar cinta yang saling berbalas dengan indah.
-sunflower-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan komentar dengan bahasa santun :)