20 Februari 2016

[story blog tour] Kunci yang Diputar Tengah Malam



Ini adalah Challenge menulis OWOP (One Week One Paper), temanya STORY BLOG TOUR. Di mana member lain yang sudah diberi urutan absen melanjutkan sesuai imajinasinya di blog pribadinya.

Aku Kiki alias sunflower alias emud alias Rizki Khotimah (abaikan,ahaha), mendapatkan giliran untuk membuat episode keempat dalam serial story blog tour ini.

Episode 1 :  Senandung Malam - Nadhira Arini
Episode 2 : Rumah tua - Rizka Zu Agustina
Episode 3 : Misteri Sebuah Kunci dan Sesosok Bayangan- Cicilia Putri Ardila

 
Dan inilah episode keempat. Cekidot~


 


Kunci yang Diputar Tengah Malam

Rintik gerimis menjadi teman malam yang bisa diandalkan bagi tiap mata yang lelap. Tempias menempel di banyak jendela rumah. Membentuk titik-titik air. Jendela di kamar Ana yang hampir rusak beberapa waktu lalu semakin parah kondisinya. Tersebab hujan dan kawannya angin malam ini yang cukup kencang.

 Di kamar lainnya, ada seseorang yang tengah terbaring gelisah. Tangan kanannya menggenggam sebuah kertas ujian yang hampir usang. Matanya terpejam kuat. Seolah dirinya sedang masuk ke dimensi lain di dunia. Ya. Dia sedang teringat pada masa kecilnya.

***
            
flashback
“Ayah! Ibu! Buka pintunya!” teriak seorang gadis kecil sambil mengetuk pintu kamarnya dari dalam dengan keras.

“Kamboja! Ini hukuman karena nilai matematikamu jelek! Tak usah merengek!” jawab sang ayah.

“Tapi, Yah, Bu. Aku sudah berusaha…,” suara si gadis kecil yang melakukan pembelaan terdengar serak dan parau.

“Di kamus keluarga kita, tidak ada kata gagal!” ketus ibunya si gadis kecil.
flasback end

***
Tiba-tiba matanya terbuka lebar. Kertas ujian yang digenggamnya, ia remas lalu dibuangnya. Tangannya memegang kening sambil meringis kesakitan. Bayang-bayang masa lalu kerap bertandang saban malam. Semua itu ingin sekali ia enyahkan. Namun tak mampu ia lakukan.

Pemilik kertas ujian yang hampir usang itu ialah seorang wanita yang sudah memiliki garis-garis halus di wajahnya. Tatapan mata wanita paruh baya itu kosong menatap jendela. Ia terjebak dalam labirin ingatan yang membuat jiwanya meronta namun mulut hanya mampu terkatup rapat.

Dalam waktu singkat, pandangan matanya berubah nanar. Ada benci serta amarah yang membungkus dirinya. Dia bangkit dari tempat tidur. Dengan kondisi lampu kamar yang tak hidup, ia menuju laci yang terdapat pada meja riasnya. Mengambil sesuatu yang sudah berulang kali ia hancurkan, lalu ia perbaiki : sebuah kunci.
***

Sepasang mata tengah awas. Memindai jalan di antara keremangan. Burung hantu mulai bersuara di luar sana. Banyak makhluk bertaring serta memiliki sepasang sayap telah bangun dari tidurnya. Para jangkrik berokestra. Suara dentang jam di ruang tengah menambah suasana tengah malam yang mencekam.

Sepasang mata tadi terkesiap. Darahnya berdesir hebat. Jantungnya seolah loncat. Debarannya keras tak beraturan. Dia melihat sesosok bayangan tengah berjalan ke luar rumah.

“Ibu? Untuk apa keluar tengah malam begini?” bisik pelan pemilik sepasang mata yang tak lain adalah Ana.

Ana menelan ludah. Membasahi kerongkongannya yang kering. Ingin kembali ke kamar tidurnya dan mencoba tak peduli. Namun rasa penasarannya membuncah hebat. Pun jika ia memilih melanjutkan tidur, bunga mimpi yang tak ada indahnya sama sekali, akan kembali datang. Mengoyak perasaan dan kenyataan yang selalu ia tepis. Mimpi buruk -yang tak mau ia akui- berasal dari kenyataan dalam hidupnya. Tentang lagu pengantar tidurnya, pertengkaran…

***

Dari jauh, Ana mengawasi lekat ibunya yang sedang memutar kunci pada lubangnya di rumah kosong.

“Ibu ada urusan apa di rumah kosong itu? Sepertinya ibu membawa sebuah kunci? Apa kunci yang ibu perbaiki kemarin? Kemarin sore, ibu juga ke rumah itu. Dan ada sesosok bayangan yang … ah! Tak mungkin. Itu sepertinya hanya imajinasiku saja.” Ana berbicara sendiri sambil begidik ngeri.

***

Wanita paruh baya yang tak sadar diikuti oleh anaknya, masuk ke dalam sebuah ruangan. Kamar yang lengang. Hanya berisikan beberapa benda yang penuh debu. Di pojok ruangan terdapat boneka bermata satu, rambutnya ikal serta berpakaian khas puteri kerajaan.

Ana mengintip dari balik tembok dengan napas tertahan. Matanya melihat sekeliling ruangan penuh selidik. Terdapat beberapa pigura yang tergantung di tembok berbata orange. Ana tak mampu melihat dengan jelas gambar-gambar yang terbingkai.

“Aku datang. Malam ini, aku teringat masa kecilku lagi, Bella.” Si ibu membuka suara. “Kertas ujian matematika penyebabnya … karena nilainya jelek, aku dihukum oleh ayah dan ibu. Tak dibolehkan keluar kamar serta tak dapat jatah makan selama satu hari penuh. Aku sedih, Bella.”

Ibu berbicara dengan siapa? Boneka? Ana membatin.

“Tapi … hahahaha. Kau tahu kan? Ayah dan ibu sudah meninggal dalam sebuah kecelakaan mobil. Aku menangis? Tentu. Tapi tangisan bahagia, hahahaha. Tuhan seolah mengabulkan permintaanku.”

Napas Ana tercekat. Keringat dingin bercucuran. Kakinya gemetar hebat. Hampir saja ia limbung. Sungguh, Ana tak sanggup lagi mendengar apa yang akan ibu katakan selanjutnya.

To be continued…
***
Ikuti kisah selanjutnya.
Episode 5 : Dini Riyani (Coming soon)

Silakan kunjungi blog Dini untuk tahu kelanjutan ceritanya.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan komentar dengan bahasa santun :)