gambar didapat dari grup one week one paper |
Hai, Tuan. Kabarmu hari ini? Dimarahi atasanmu lagi? Wajahmu
kuyu dan masai sekali. Keluar sajalah dari pekerjaanmu itu jika selalu menguras
hati. Masih ada aku yang siap menemani.
Mari, kemari. Bersamaku, kau bebas menjadi diri sendiri.
Mari, kemari. Bersamaku, kau bebas menjadi diri sendiri.
Lelah ya? Kau temui aku esok saja. Namun … oh, mengapa kau
tak segera ke kamar mandi untuk menyikat gigi lalu pergi ke alam mimpi? Tapi
aku senang kau menyentuhku. Aku bisa merasa ada beban berton-ton yang tengah
menimpamu. Ada sempit yang menghimpitmu. Aku siap menjadi tempat berbagi keluh
kesahmu.
Jemarimu mulai menekan tuts berhuruf yang ada di tubuhku.
Lembar kertas pertama, kau cerita kejenuhan pada rutinitas pekerjaanmu sebagai
seorang karyawan di sebuah perusahaan. Kau tulis, tak sesuai dengan
keinginanmu? Tapi kau tak punya pilihan sebab ibumu yang meminta. Oh, kau
sangat berbakti, Tuan.
Lalu di lembar kertas kedua, kau tulis mimpimu menjadi
penulis kian menjauh. Ada apakah gerangan? Oh, karena sudah banyak penerbit
yang kau kirimi tulisan tapi tak ada kabar? Lalu kau ingin menyerah, Tuan?
Secepat itukah semangatmu lesap bak asap yang mudah lenyap?
Lembar ketiga, kau mulai menuangkan gundahmu pada sebuah
puisi :
manusia mengenal pagi
dengan mengejar materi
senja temaram
semangat sementara padam
lalu menua
itukah hidup yang sempurna?
dengan mengejar materi
senja temaram
semangat sementara padam
lalu menua
itukah hidup yang sempurna?
Ah, Tuan, kau lupakan sesuatu yang penting. Bahwa hidup bukan
hanya sekadar perkara dunia. Ada Tuhan yang mengatur segala …
Kemudian pada lembar keempat dan seterusnya, kau tuliskan
mimpi-mimpimu yang belum terwujud. Hingga akhirnya, kau lelap di sisiku.
Kubisikkan sesuatu yang tak mungkin kau dengar, Tuan. Bahwa asa takkan pergi
jika kau yakin ada Tuhan yang selalu mendampingi, juga kau genggam kuat dengan
hati.
Selamat istirahat dan bertemu bunga mimpi, Tuan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan komentar dengan bahasa santun :)