Ini adalah Challenge menulis OWOP (One Week One Paper), temanya STORY BLOG TOUR. Di mana member lain yang sudah diberi urutan absen melanjutkan sesuai imajinasinya di blog pribadinya. Aku, Kiki alias Rizki Khotimah alias Emud alias sunflower (plis abaikan, wahaha), mendapatkan giliran untuk membuat episode ketiga dalam serial story blog tour ini.
Episode 1: Devi Asri Antika - Lelaki yang Tertelan Waktu
Episode 2 : Lisma Nopiyanti - Sepenggal Harap
Bismillah. Ini episode ketiganya. Yuk, dinikmati ceritanya. Walau banyak kekurangannya … mariii~
Nantikan kisah selanjutnya ya. Cek di blognya si Mister.
Episode 1: Devi Asri Antika - Lelaki yang Tertelan Waktu
Episode 2 : Lisma Nopiyanti - Sepenggal Harap
Bismillah. Ini episode ketiganya. Yuk, dinikmati ceritanya. Walau banyak kekurangannya … mariii~
Sebuah Salam dan Bayang Masa Lalu
Kardi menoleh ragu ke arah
asalnya suara salam. “Wa'alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh…” jawab Kardi
lirih. Kardi melihat sesosok laki-laki berdiri di ambang pintu surau. Alisnya
bertaut. sosok tersebut dipindainya dalam cahaya lampu surau yang remang.
Diteliti dari ujung kepala sampai ujung kaki. Lelaki berjaket dengan perawakan
sedang.
Siapa? Kardi mengucek matanya yang sama
sekali tak gatal.
“Anda siapa dan ada perlu apa?”
tanya Kardi.
“S … saya … mencari seseorang di
daerah sini, Pak. Tadi saya lihat dari jauh, pintu surau terbuka.”
Kardi semakin heran. Menjelang
subuh begini mencari orang?
“Singgahlah sekejap, Nak. Sudah
mau masuk waktu subuh. Maaf, Nak, agamanya islam?”
Yang ditanya tergeragap. “A …
anu, iya, Pak. Saya islam.” Sejak kecil, laki-laki itu memang berstatus seorang
muslim. Namun keluarganya, tak pernah mengenalkan dia dengan agamanya. Ilmu
tentang wudhu dan sholatpun, ia dapatkan dari pelajaran agama islam saat duduk
di bangku sekolah.
Kardi tersenyum. Lalu mengajak
lelaki itu untuk mengambil wudhu. Ada buncah bahagia yang menyelimuti hati
Kardi. Walau hanya seorang saja yang menjadi ma'mumnya. Kardi
berkali-kali melafadzkan hamdalah dalam benaknya.
Kardi mengumandangkan adzan
subuh seperti biasa. Suaranya yang serak dan kerap terhenti karena batuk tetap
setia menggemakan panggilan Rabbnya. Membangunkan tiap jiwa yang
terlelap. Memanggil warga dusun yang masih beringsut dibalik selimut mereka.
Agar tiap mata terjaga. Lalu mengambil wudhu, membentuk barisan yang rapat,
menghadap Tuhan dengan khusyuk. Begitu syahdu bagi hati yang di dalamnya ada
sejumput rindu pada Sang Pencipta.
Subuh kali ini, Kardi tak lagi
sendiri dalam rangka menjalankan titah-Nya. Tak hanya surau dan angin yang
menjadi kawannya. Ada seseorang yang mengikuti gerakan sholat di belakang
tubuhnya yang renta.
Usai sholat subuh dan berdoa,
Kardi menyungging senyum ke arah lelaki yang subuh ini menjadi ma'mumnya.
“Kalau boleh tahu, namanya siapa? Sepertinya bukan tinggal di dusun ini ya?”
“Saya Karman, Pak. Saya … dari
kota. Baru sampai di dusun sebelum adzan subuh tadi berkumandang.”
“Lantas ke dusun ini sedang
mencari siapanya Nak Karman? Keluarga? Barangkali saya bisa bantu carikan. Atau
mungkin, saya kenal dengan yang Nak Karman cari.”
“Emmm, anu, Pak. Saya juga tak
paham nama orang yang saya cari.”
Kardi kembali heran. Orang
aneh, pikir Kardi.
“Dua hari lalu, ibu saya wafat.
Sebelum beliau mengembuskan napasnya yang terakhir, beliau mengatakan bahwa
orang yang saya cari, tinggal di dusun ini. Namun ibu tak sempat ucapkan nama
orang yang saya cari itu.”
Kardi mendengarkan takdzim. Tak
menyela sedikitpun. Hanya beberapa kali terbatuk ditambah sesak di dadanya yang
tak kunjung membaik.
“Saya mencari bapak saya.”
Deg! Seketika Kardi menjadi
beku. Ada hawa dingin yang menyeruak dan menusuk sampai ke tulang. Ngilu.
Sekelebat bayang Marni, bertandang lagi ke petala ingatan Kardi. Seandainya
saja saat itu Marni hamil, mungkin anak kami seusia dengan lelaki yang duduk di
hadapanku saat ini. Ada banyak tanya dan mungkin yang menyelinap ke dalam
hati Kardi. Apakah? Ah tidak! Tidak mungkin. Tapi…
Bersambung!
Nantikan kisah selanjutnya ya. Cek di blognya si Mister.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan komentar dengan bahasa santun :)